Merawat Tradisi di Situs Tulang Bawang
Kendal - Ribuan pohon jati yang rindang menciptakan kanopi hijau yang teduh. Udara pagi yang sejuk dan angin yang berhembus lirih menyelimuti seluruh kawasan hutan jati Darupono, Kaliwungu Selatan, Kendal, Jawa Tengah. Di balik rapatnya pohon – pohon jati yang berdiri kokoh, terdapat situs ekologi dan budaya, yaitu situs Tulang Bawang. Sebuah petilasan yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai tempat yang sakral dan dikeramatkan.
Setiap bulan Muharram, Nyadran dan Tarik Kendit di petilasan Tulang Bawang sudah melekat menjadi tradisi masyarakat Desa Darupono.
Pagi itu Kamis, (01/08/2024), lebih dari 50 warga desa Darupono berbondong-bondong menuju ke petilasan untuk melaksanakan tradisi Nyadran dan Tarik Kendit. Tradisi yang telah lama dilestarikan berbagai lintas generasi oleh masyarakat setempat. Setiap tahunya, masyarakat bergotong royong menyembelih kambing dan menyajikan berbagai menu makanan untuk dinikmati bersama di lokasi situs tersebut. Hal ini dimaksud sebagai salah satu bentuk rasa syukur masyarakat setempat, khususnya bagi para petani di lingkungan desa Darupono.
Kilas Balik Legenda Tulang Bawang
Berdasarkan cerita masyarakat setempat, Moch Amin menjelaskan bahwa situs Petilasan Tulang Bawang dipercaya sebagai tempat peristirahatan Ki Tulang Bawang, yakni seseorang pengembara pada masa lampau yang datang ke Desa Darupono. Ki Tulang Bawang kemudian menetap dan membuka area persawahan di desa tersebut.
“Ceritanya itu, ada seorang musyafir yang tiba-tiba singgah di Darupono. Ketika itu, setelah melewati sini (red. Petilasan) Ki Tulang Bawang melihat bahwa masyarakat Darupono itu pertanian sawahnya belum ada. Kemudian, Ki Tulang Bawang itu membuka lahan sawah,” Jelasnya.
Ketika Ki Tulang Bawang datang, masyarakat Desa Darupono telah lama kesulitan mendapatkan air. Kondisi tanah pedesaan yang kering menyebabkan tidak adanya sumber air terdekat yang dapat dijangkau masyarakat setempat. Upaya dalam mengatasi kondisi tersebut, Ki Tulang Bawang membuat parit dari sebuah sumber air hingga area persawahan. Kini, parit tersebut masih dapat dilihat di petak 56 RPH Trayu BKPI I Boja.
Di tengah upaya Ki Tulang Bawang memperoleh sumber air, ia sempat bernazar akan menyembelih seekor kambing yang pada bagian tubuhnya (dan punggung hingga perut) berwarna putih. Pada saat nazarnya terwujud, Ki Tulang Bawang kemudian menyembelih seekor kambing sebagai wujud rasa syukur, di tempat yang sekarang ini dipercayai sebagai petilasannya.
Amin juga menjelaskan bahwa sebagian besar penduduk Desa Darupono menganggap situs Petilasan Tulang Bawang sebagai tempat yang sakral dan keramat. Situs tersebut sering dikunjungi masyarakat, baik penduduk setempat atau penduduk di sekitar Desa Darupono. Bahkan ada juga yang datang dari daerah seperti Tegal dan lain sebagainya. Pada hari-hari tertentu, seperti malam Selasa dan Jumat Kliwon tempat ini ramai didatangi pengunjung yang ingin meminta berkah (ngalap berkah) atau memohon petunjuk (wangsit).
“Sekarang kita sebagai orang Darupono, sampai orang darupono ada hajatpun mesti slametan ke sini, nanti dimakan bersama. Kalau tradisi nyadran itukan tahunan, ya sebagai wujud kita menghargai jasa Ki Tulang Bawang,” Ujarnya saat diwawancarai tim kominfo KKN MIT posko 101 UIN Walisongo Semarang, Kamis (01/08/2024).
Selain itu, terdapat beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar, antara lain berbicara kotor di situs tersebut, dilarang memakan makanan yang belum didoakan, dilarang menyelah air yang digunakan untuk memasak sehingga airnya keruh. Pantangan lainnya adalah tidak boleh lupa memberikan sesajen ketika "hajat" yang dimaksud sudah tercapai. Masyarakat setempat meyakini, jika pantangan-pantangan tersebut dilanggar maka pelakunya akan tertimpa penyakit atau terganggu ingatannya.
Reporter: TIM Kominfo KKN Desa Darupono
Share :